Sabtu, 24 Januari 2015

Jika Allah Maha ESA, Kenapa Menyebut Diri-Nya 'Nahnu' (Kami)?

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Seribu satu jalan diusahakan musuh-musuh Islam untuk melemahkan dien ini dan menjauhkan manusia darinya. Bahkan terhadap yang sudah masuk ke dalamnya, mereka terus berusaha untuk memurtadkannya. Terkadang dengan cara halus dan lembut, memaksa dan memperdaya, sampai memusuhi dan memerangi.

 وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ
  • "Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri." (QS. Al-Baqarah: 109)
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
  • "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al-Baqarah: 120)
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
  • "Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (QS. Al-Baqarah: 217)
Dalam ayat di atas, QS. Al-Baqarah: 217, Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'di rahimahullah -sesudah menjelaskan sifat buruk kafir Qurays dan tujuan mereka dalam memerangi orang-orang beriman- menuturkan,

 "Sifat ini berlaku umum bagi setiap orang kafir, mereka tidak henti-hentinya memerangi golongan di luar mereka sehingga memurtadkan dari agama mereka. Khususnya, Ahli kitab  dari kalangan Yahudi dan Nashrani yang telah mendirikan organisasi-organisasi, menyebar misionaris, menempatkan para dokter, mendirikan sekolahan-sekolahan untuk menarik umat kepada agama mereka, membuat berbagai propaganda untuk menanamkan keraguan dalam diri mereka (kaum muslimin) akan kebenaran agama mereka (Islam)."
  • Salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan menebar syubuhat, kerancuan dalam memahami Islam, di antaranya membenturkan sebagain ayat dengan ayat lainnya ataupun menyimpangkan pemahaman ayat agar sesuai dan mendukung isi ajaran mereka. Tujuannya, agar umat Islam mengakui kebenaran keyakinan KUFUR non muslim dan berpindah kepada agama mereka.
Satu contoh, saat seorang kawan mengupdate status Facebooknya dengan mengutip firman Allah Ta'ala:

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
  • "Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami." (QS. Al-Mukminun: 115)
Lalu seorang temannya yang non-muslim meminta penjelasan tentang maksud kata "kami" dalam ayat tersebut yang seolah ia ingin menyampaikan bahwa Tuhan yang diakui umat Islam bukan tunggal/esatapi berbilang.
  • Seolah ia ingin menunjukkan kesesuaian Al-Qur'an dengan "konsep ketuhanan trinitas dalam Kristen". Berikut ini kami buat jawaban atas pertanyaan tersebut:  

1. Setiap bahasa memiliki karaktristik tersendiri yang bisa dipahami dengan baik oleh mereka yang menggunakannya. Maka jika ada musykilah (problem pehamanan terhadap satu bahasa) tanyakan atau kembalikan kepada mereka yang menggunakannya atau ahlinya. Jangan dikembalikan kepada interpretasi mereka yang tidak berbahasa dengan bahasa tersebut, pasti akan rancu dan salah kaprah. 

2. Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan bahasa kaumnya, yakni Bahasa Arab.
  • Bahkan bahasa Al-Qur'an adalah bahasa terindah dan terfasih dari bahasa Arab. Semua ahli bahasa dan sastrawan Arab saat diturunkan Al-Qur'an mengakui akan sisi keindahan bahasanya.
Allah menyifati bahasa Al-Qur'an,

بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
  • "(Al-Qur'an itu diturunkan) Dengan bahasa Arab yang jelas." (QS. Asy Syuara’ : 195)
Tentang bagaimana reaksi orang-orang Arab ketika turunnya Al-Quran, M. Quraish Shihab dalam Mukjizat al-Quran (2006) menulis:
  • “Sesungguhnya orang-orang yang hidup pada masa turunnya al-Quran adalah masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan al-Quran serta ketidakmampuan manusia untuk menyusun semacamnya. Tetapi, sebagian mereka tidak dapat menerima al-Quran karena pesan-pesan yang dikandungnya merupakan sesuatu yang baru. Hal itu masih ditambah lagi dengan ketidaksejalanan al-Quran dengan adat dan kebiasaan serta bertentangan dengan kepercayaan mereka. Inilah yang tidak dapat mereka terima. Tetapi Bukankah mereka pun menyadari akan keunikan dan keindahan kata-katanya? Benar. Tetapi bagaimana dengan kepercayaan dan adat leluhur? Kepercayaan harus dipertahankan, al-Quran harus ditolak. Begitulah kesimpulan tokoh-tokoh masyarakat waktu itu.” (Dinukil dari Menikmati Keindahan Bahasa al- Quran, Asep M. Tamam, dalam asmat-arabiyyatuna.blogspot.com)
3. Dalam kaidah dan uslub Arab dikenal sebutan NAHNU (kita/kami) itu digunakan oleh satu orang yang bersama yang lain, sehingga menunjukkan makna jama' atau berbilang. Terkadang juga digunakan oleh satu orang yang memiliki sifat-sifat yang banyak lagi mulia. Maka pengunaan NAHNU pada bagian kedua bukan menunjukkan banyaknya orang yang berbicara, tapi untuk menunjukkan satu orang tapi memiliki keagungan dan kemuliaan.

Penulis al-Mu'jam al-Wasith (Kamus bahasa Arab), hal. 945 berkata:
  • "NAHNU (KAMI) adalah kata ganti yang digunakan untuk menyebut dua orang atau jama' (banyak) yang mengabarkan tentang diri mereka, dan terkadang digunakan untuk menyebut satu orang saat ia hendak mengagungkan/memuliakan (dirinya)."
Karenanya, orang besar yang memiliki pemahaman bahasa Arab yang baik dan dalam, saat berbicara kepada yang lain untuk menunjukkan kemuliaannya, pasti akan mengganti kalimat Anaa Fa'alku kadza (aku melakukan ini) menjadi Nahnu Fa'alnaa Kadza (Kami melakukan ini) untuk "menunjukkan kemuliaannya".
Oleh karenanya, siapa yang memahami bahasa Arab dengan baik pasti tidak akan mempermasalahkan penggunaan bentuk plural (nahnu: kami) oleh Allah yang Maha Esa untuk menyebut diri-Nya. Orang yang memahami bahasa Arab dengan baik juga tidak akan menganggap Allah itu berbilang hanya karena menyebut diri-Nya yang Maha Esa dengan karena menggunakan bentuk jama' (plural).

4. Satu yang tak diragukan, Allah Ta'ala (Maha Tinggi) menyandang sifat yang agung, maka jika Dia mengabarkan tentang diri-Nya dengan sifat-sifat ini maka itu sangat tepat bagi yang disifati.
Jika DIA berfirman:

 إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
  • "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9)
dan ayat-ayat lain yang menunjukkan makna serupa. Oleh karenanya, orang yang paham pahasa Arab saat membaca ayat-ayat seperti di atas tidak akan mempertentangkannya dengan keesaan (ke Maha Tunggalan) Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sekali lagi, tidak ada upaya mempertentangkannya bagi orang yang paham bahasa Arab. Karena hal itu termasuk bagian ta'dzim (pengagungan) yang biasa digunakan orang Arab dalam percakapan/perbincangan mereka. Sehingga tidak didapatkan, Ahli Bahasa dan sastra Arab Jahiliyah yang musyrik mempertentangkan hal ini, padahal mereka adalah manusia-manusia yang meyakini banyak tuhan sehingga Al-Qur'an menyebutkan,

وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
  • "Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati." (QS. Al-Zumar: 45)
5. Terkadang  Allah menyebut diri-Nya dalam Al-Qur'an dengan bentuk MUFRAD (tunggal) untuk menunjukkan Ke-ESA-an-Nya. Ini terdapat dalam beberapa ayat, contohnya:
وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
  • "Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku." (QS. Thaahaa: 13-14)
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
  • "Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 163)
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
  • "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa." (QS. Al-Ikhlash: 1)
Dan terkadang pula menyebut diri-Nya dengan bentuk plural, NAHNU (kami) yang menunjukkan makna banyak, seperti  pada ayat yang diperbincangkan di atas,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
  • "Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya KAMI menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami." (QS. Al-Mukminun: 115)
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
  • "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (QS. Al-Fath: 1)
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
  • "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak." (QS. Al-Kautsar: 1) dan ayat-ayat serupa.
Susunan/bentuk ungkapan seperti ini tidak lantas menunjukkan berbilangnya Tuhan, tapi untuk menunjukkan bahwa Allah yang ESA memiliki nama-nama yang banyak lagi Husna (Maha Indah) dan Sifat-sifat yang banyak lagi sempurna. DIA-lah Allah yang Maha ESA, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dzat maha Tinggi, Agung, dan luas Rahmat-Nya. Semoga Allah menunjuki saya dan Anda semua kepada jalan-Nya yang lurus, yang mengesakan Dia dan tidak menyembah selain-Nya!!!

Kamis, 22 Januari 2015

Hukum Pemakaian KB bersama Yaya Cahyani


Ada dua hal yang pertama kali harus diketahui perbedaannya dengan jelas yakni 

  • Menunda kehamilan
  • Membatasi kehamilan.

Menunda kehamilan berarti mencegah kehamilan sementara, untuk memberikan jarak pada kelahiran yang sebelumnya. 



Sedangkan membatasi kehamilan atau membatasi kelahiran, berarti mencegah kehamilan untuk selama-lamanya setelah mendapatkan jumlah anak yang diinginkan.

pada permasalahan yang pertama yakni mencegah kehamilan untuk menunda dan memberi jarak pada kelahiran yang sebelumnya, berikut ulasannya:

Jarak kelahiran dan kehamilan kembali yang terlalu dekat memang kurang baik dampaknya bagi anak, ibu, dan janin. Mengapa?
  1. Anak akan kekurangan suplai ASI. Ketika seorang ibu hamil kembali dan ada anak yang masih berada dalam masa penyusuannya, maka produksi ASI yang dihasilkannya akan berkurang. Menurut dokter, sekurang-kurang 6 bulan jika Anda ingin hamil kembali setelah Anda melahirkan. Dan jangan lupakan, bahwa anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan ASI terbaik dan pendidikan terbaik di usia dininya.
  2. Kondisi ibu belum pulih benar. Setelah hamil selama lebih dari 9 bulan, kemudian melahirkan, maka seorang ibu membutuhkan waktu untuk membuat tubuhnya kembali fit. Apalagi jika masih ada bayi yang membutuhkan perhatian ekstra seorang ibu. Memang, inilah perjuangan seorang ibu. Tapi, pastikan juga Anda tetap menjaga kesehatan Anda dan keluarga Anda.
  3. Janin yang dikandung memiliki resiko lebih besar dan lebih tinggi untuk lahir prematur, bayi meninggal, dan bayi cacat lahir. Karena itu, tunggulah sampai setahun dua tahun untuk kembali hamil.

Proses Terjadinya kehamilan. Ketika seorang perempuan melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki maka bisa jadi perempuan tersebut akan hamil (Terjadinya kehamilan). Kehamilan terjadi ketika sel sperma yang masuk ke dalam rahim seorang perempuan membuahi sel telur yang telah matang. seorang laki-laki rata-rata mengeluarkan air mani sebanyak 3 cc, dan setiap 1 cc air mani yang normal akan mengandung sekitar 100 juta hingga 120 juta buah sel sperma. Setelah air mani ini terpancar (ejakulasi) ke dalam pangkal saluran kelamin istri, jutaan sel sperma ini akan berlarian melintasi rongga rahim,

saling berebut untuk mencapai sel telur matang yang ada pada saluran tuba di seberang rahim.Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu 5 menit. Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi). Jika perempuan tersebut berada dalam masa subur, atau dengan kata lain terdapat sel telur yang matang, maka terjadilah pembuahan.Pada proses pembuahan, hanya bagian kepala sperma yang menembus sel telur dan bersatu dengan inti sel telur.Bagian ekor yang merupakan alat gerak sperma akan melepaskan diri. Sel telur yang telah dibuahi akan mengalami pengerasan bagian luarnya. Ini menyebabkan sel telur hanya dapat dibuahi oleh satu sperma.
Inti sel telur yang sudah dibuahi akan mengalami pembelahan menjadi dua bagian setelah 30 jam. 20 jam kemudian inti sel telur ini akan kembali membelah menjadi empat bagian. Tiga sampai empat hari setelah pembuahan, sel akan sampai di bagian uterus.Dalam jangka waktu satu minggu setelah perubahan, akan dihasilkan suatu massa sel yang berbentuk ola sebesar pentol jarum, yang disebut (blastocyt). Dalam proses selanjutnya, yaitu sekitar 5 hari berikutnya, blastosis akan menempel dan terimplantasi kedalam endometrium.
Selama dua hingga empat minggu pertam perkembangan, blastosis medapatkan nutrien dari endometrium. Pada masa perkembangan ini, akan berbentuk plasenta. Plasenta merupakan organ berbentuk cakram yang mengandung pembuluh darah maternal (ibu) dan embrio. Melewati plasenta inilah, embrio akan mendapatkan nutrisi dari maternal. Melalui lasenta ini juga terjadi pertukaran gas-gas respirasi dan pembuangan limbah metabolisme embrio. Darah dari embrio mengalir ke plasenta melalui arteri tali pusar dan kembali melalui vena pusat dan melewati hati embrio.
Hukum Islam Menerangkan tidak ada larangan badi siapapun muslim untuk Menunda kehamilan atau Membatasi kehamilan... simak Hadits berikut..
‘Azl (coitus interruptus) adalah metode tarik-keluar, yakni teknik di mana ketika berhubungan intim, seorang pria menarik penis dari vagina wanita sebelum ejakulasi, sehingga mani dikeluarkan di luar vagina. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kehamilan terhadap pasangannya.
‘Azl hukumnya boleh, akan tetapi lebih utama untuk tidak dilakukan. Intinya boleh tapi makruh. Yang menunjukkan kebolehannya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma, ia menuturkan:
“Kami ber’azl pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam …”
Begitu pula dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhuma ia menuturkan:
“Kami ber’azl pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, sedangkan (ayat-ayat) Al-Qur’an (masih) turun.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 5209 dalam kitab An-Nikah, Al-Imam Muslim no. 1440 dalam kitab An-Nikah)
Adapun yang menunjukkan makruhnya dan lebih utama untuk ditinggalkan adalah beberapa hal, di antaranya:

  1. Ada unsur membahayakan bagi pihak istri, dimana akan mengurangi rasa kenikmatan dirinya.
  2. Hilangnya tujuan utama dari sebuah pernikahan, yaitu memperbanyak keturunan.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Kami mendapatkan tawanan wanita, lalu kami melakukan ‘azl, kemudian kami bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam maka beliau shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab:
“Apakah kalian benar-benar melakukannya? -beliau mengulanginya sebanyak tiga kali-. Tidak ada satu jiwa pun yang ada hingga hari Kiamat melainkan dia tetap ada.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 5210 kitab An-Nikaah, Al-Imam Muslim no. 1438 kitab An-Nikaah, Al-Imam At-Tirmidzi no. 1138 kitab An-Nikaah)
Ibnu Hajar rahimahullahu berkata, ini menunjukkan bahwa Nabi tidak secara lugas menyatakan pelarangan ‘azl terhadap mereka, akan tetapi hanya memberi isyarat bahwa yang lebih utama adalah ditinggalkan.
Para ahli ilmu mengatakan bahwa tidak boleh ber’azl terhadap wanita merdeka (bukan budak) kecuali dengan ijinnya, yakni seorang suami tidak boleh ber’azl terhadap istri, karena sang istri memiliki hak dalam masalah keturunan. Dan ber’azl tanpa ijin istri mengurangi rasa nikmat seorang wanita, karena kenikmatan seorang wanita tidaklah sempurna kecuali sesudah tumpahnya air mani suami. Berdasarkan keterangan ini maka ‘azl tanpa ijin berarti menghilangkan kesempurnaan rasa nikmat yang dirasakan seorang istri dan juga menghilangkan adanya kemungkinan untuk mendapatkan keturunan. Karena ini kami mensyaratkan adanya ijin dari sang istri.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Juz 2 hal. 764 dinukil dari Fatawa li’ umumil Ummah)
tapi kalau niatnya karena takut miskin, maka tidak boleh, sebagaimana firman Allah. 
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.(QS. Al-Israa’ : 31).

Allahu A'lam
Temmy Sulaeman Bakrie dan Yaya Cahyani

Rabu, 14 Januari 2015

Nasihat Islam 2 ( Bagaimana Sewajarnya Kita menerima Nasihat)

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Memberi Nasihat itu sebenarnya Mudah saja, dan yang beratnya ialah menerima isi nasihat tersebut karena setiap nasihat itu dirasakan terasa sangat Pahit bagi siapapun yang mengikuti kehendak Hawa Nafsunya. Nafsu Sangat mencintai perkara-perkara yang dilarang. Apalagi bagi orang-orang yang Mencari ilmu yang resmi dan senantiasa sibuk untuk menonjolkan kehebatan diri dan menghimpunkan kesenangan dunia, Karena orang seperti ini menganggap bahwa hanya dengan sekedar memperoleh ilmu itu sudah cukup untuk menjadi keselamatannya dan sebab kebahagiaannya Maka dia tidak perlu beramal dengan ilmu yang di pelajarinya itu.  Orang yang seperti ini sebenarnya telah terpengaruh dengan I'tiqad dan Aliran pemikiran Ahli Filsafah..


Subhanallah. Alangkah kelirunya pemikiran yang seperti ini.
Bukankah dia telah mengetahui bahwasanya seseorang itu apabila telah menghasilkan ilmu kemudian dia tidak beramal dengan ilmu yang diketahuinya itu, nanti di akhirat kelak dia akan di persoalkan dengan soalan yang lebih berat daripada orang yang tidak tahu apa-apa. 


Sabda Rasulullah

"Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat."  (HR. Al Baihaqi)

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

Allahu A'lam..