Kamis, 26 Maret 2015

Kisah Wanita Yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur’an

Berkata Abdullah bin Mubarak Rahimahullahu Ta’ala :
Saya berangkat menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke makam Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam. Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh berpakaian yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak seraya mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.
Dalam dialog tersebut wanita tua itu , setiap kali menjawab pertanyaan Abdulah bin Mubarak, dijawab dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an. Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup memuaskan, karena tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Abdullah : “Assalamu’alaikum warahma wabarakaatuh.”

Wanita tua : “Salaamun qoulan min robbi rohiim.” (QS. Yaasin : 58) 
(artinya : “Salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha Kasih”)

Abdullah : “Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda berada di tempat ini?”

Wanita tua : “Wa man yudhlilillahu fa la hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf : 186 ) 
 (“Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada petunjuk baginya”)

Dengan jawaban ini, maka tahulah saya, bahwa ia tersesat jalan.

Abdullah : “Kemana anda hendak pergi?”

Wanita tua : “Subhanalladzi asra bi ‘abdihi lailan minal masjidil haraami ilal masjidil aqsa.” (QS. Al-Isra’ : 1) 
(“Maha suci Allah yang telah menjalankan hambanya di waktu malam dari masjid haram ke masjid aqsa”)
 
Dengan jawaban ini saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan hendak menuju ke masjidil Aqsa.

Abdullah : “Sudah berapa lama anda berada di sini?”

Wanita tua : “Tsalatsa layaalin sawiyya” (QS. Maryam : 10)
 (“Selama tiga malam dalam keadaan sehat”)

Abdullah : “Apa yang anda makan selama dalam perjalanan?”

Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79) 
(“Dialah pemberi aku makan dan minum”)

Abdullah : “Dengan apa anda melakukan wudhu?”

Wanita tua : “Fa in lam tajidu maa-an fatayammamu sha’idan thoyyiban” (QS. Al-Maidah : 6)
 (“Bila tidak ada air bertayamum dengan tanah yang bersih”)

Abdulah : “Saya mempunyai sedikit makanan, apakah anda mau menikmatinya?”

Wanita tua : “Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-Baqarah : 187) 
(“Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam”)

Abdullah : “Sekarang bukan bulan Ramadhan, mengapa anda berpuasa?”

Wanita tua : “Wa man tathawwa’a khairon fa innallaaha syaakirun ‘aliim.” (QS. Al-Baqarah : 158)
(“Barang siapa melakukan sunnah lebih baik”)

Abdullah : “Bukankah diperbolehkan berbuka ketika musafir?”

Wanita tua : “Wa an tashuumuu khoirun lakum in kuntum ta’lamuun.” (QS. Al-Baqarah : 184) 
(“Dan jika kamu puasa itu lebih utama, jika kamu mengetahui”)

Abdullah : “Mengapa anda tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan saya?”

Wanita tua : “Maa yalfidhu min qoulin illa ladaihi roqiibun ‘atiid.” (QS. Qaf : 18) 
(“Tiada satu ucapan yang diucapkan, kecuali padanya ada Raqib Atid”)

Abdullah : “Anda termasuk jenis manusia yang manakah, hingga bersikap seperti itu?”

Wanita tua : “Wa la taqfu ma laisa bihi ilmun. Inna sam’a wal bashoro wal fuaada, kullu ulaaika kaana ‘anhu mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36) 
(“Jangan kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dipertanggung jawabkan”)

Abdullah : “Saya telah berbuat salah, maafkan saya.”

Wanita tua : “Laa tastriiba ‘alaikumul yauum, yaghfirullahu lakum.” (QS.Yusuf : 92)
 (“Pada hari ini tidak ada cercaan untuk kamu, Allah telah mengampuni kamu”)

Abdullah : “Bolehkah saya mengangkatmu untuk naik ke atas untaku ini untuk melanjutkan perjalanan, karena anda akan menjumpai kafilah yang di depan.”

Wanita tua : “Wa maa taf’alu min khoirin ya’lamhullah.” (QS Al-Baqoroh : 197) 
(“Barang siapa mengerjakan suatu kebaikan, Allah mengetahuinya”)

Lalu wanita tua ini berpaling dari untaku, sambil berkata :
Wanita tua : “Qul lil mu’miniina yaghdudhu min abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30) 
(“Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan mereka”)

Maka saya pun memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia mengendarai untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena unta itu terlalu tinggi baginya. Wanita itu berucap lagi.

Wanita tua : “Wa maa ashobakum min mushibatin fa bimaa kasabat aidiikum.” (QS. Asy-Syura’ 30)
(“Apa saja yang menimpa kamu disebabkan perbuatanmu sendiri”)

Abdullah : “Sabarlah sebentar, saya akan mengikatnya terlebih dahulu.”

Wanita tua : “Fa fahhamnaaha sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79) 
(“Maka kami telah memberi pemahaman pada nabi Sulaiman”)

Selesai mengikat unta itu sayapun mempersilahkan wanita tua itu naik.

Abdullah : “Silahkan naik sekarang.”

Wanita tua : “Subhaanalladzi sakhkhoro lana hadza wa ma kunna lahu muqriniin, wa inna ila robbinaa munqolibuun.” (QS. Az-Zukhruf : 13-14) 
(“Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada tuhan kami”)

Sayapun segera memegang tali unta itu dan melarikannya dengan sangat kencang. Wanita tua itu berkata lagi.
Wanita tua : “Waqshid fi masyika waghdud min shoutik” (QS. Lukman : 19) 
(“Sederhanakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu”)

Lalu jalannya unta itu saya perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair, Wanita tua itu berucap.
Wanita tua : “Faqraa-u maa tayassara minal qur’aan” (QS. Al- Muzammil : 20) 
(“Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur’an”)

Abdullah : “Sungguh anda telah diberi kebaikan yang banyak.”

Wanita tua : “Wa maa yadzdzakkaru illa uulul albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269) 
(“Dan tidaklah mengingat Allah itu kecuali orang yang berilmu”)

Dalam perjalanan itu saya bertanya kepadanya.
Abdullah : “Apakah anda mempunyai suami?”

Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy ya-a in tubda lakum tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101) 
(“Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan menyusahkanmu”)

Ketika berjumpa dengan kafilah di depan kami, saya bertanya kepadanya.
Abdullah : “Adakah orang anda berada dalam kafilah itu?”

Wanita tua : “Al-maalu wal banuuna zinatul hayatid dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46) 
 (“Adapun harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia”)

Baru saya mengerti bahwa ia juga mempunyai anak.
Abdullah : “Bagaimana keadaan mereka dalam perjalanan ini?”

Wanita tua : “Wa alaamatin wabin najmi hum yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16) 
(“Dengan tanda bintang-bintang mereka mengetahui petunjuk”)

Dari jawaban ini dapat saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan ibadah haji mengikuti beberapa petunjuk. Kemudian bersama wanita tua ini saya menuju perkemahan.
Abdullah : “Adakah orang yang akan kenal atau keluarga dalam kemah ini?”

Wanita tua : “Wattakhodzallahu ibrohima khalilan” (QS. An-Nisa’ : 125) 
(“Kami jadikan ibrahim itu sebagai yang dikasihi”) 
“Wakallamahu musa takliima” (QS. An-Nisa’ : 146) 
(“Dan Allah berkata-kata kepada Musa”) 
“Ya yahya khudil kitaaba biquwwah” (QS. Maryam : 12)
 (“Wahai Yahya pelajarilah alkitab itu sungguh-sungguh”)

Lalu saya memanggil nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah anak-anak muda yang bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti bulan yang baru muncul. Setelah tiga anak ini datang dan duduk dengan tenang maka berkatalah wanita itu.

Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku bi warikikum hadzihi ilal madiinati falyandzur ayyuha azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19) 
(“Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa makanan itu untukmu”)

Maka salah seorang dari tiga anak ini pergi untuk membeli makanan, lalu menghidangkan di hadapanku, lalu perempuan tua itu berkata :
Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu hanii’an bima aslaftum fil ayyamil kholiyah” (QS. Al-Haqqah : 24) 
(“Makan dan minumlah kamu dengan sedap, sebab amal-amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah lalu”)

Abdullah : “Makanlah kalian semuanya makanan ini. Aku belum akan memakannya sebelum kalian mengatakan padaku siapakah perempuan ini sebenarnya.”

Ketiga anak muda ini secara serempak berkata :
“Beliau adalah orang tua kami. Selama empat puluh tahun beliau hanya berbicara mempergunakan ayat-ayat Al-Qur’an, hanya karena khawatir salah bicara.”
Maha suci zat yang maha kuasa terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Akhirnya saya pun berucap :
“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’ Wallaahu dzul fadhlil adhiim.” (QS. Al-Hadid : 21) 
 (“Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakinya, Allah adalah pemberi karunia yang besar”)

Allahu A'lam

Jumat, 13 Maret 2015

KISAH QORBAN DAN CINTA KEPADA ALLAH

Kisah 1: Nabi Adam

Korban dilaksanakan oleh anaknya, Qabil dan Habil. Menurut sejarah, kekayaan yang dimiliki Qabil mewakili kelompok golongan petani, sedangkan Habil mewakili kelompok penternak. Pada waktu itu, sudah mula ada perintah, sesiapa yang memiliki harta banyak, maka sebahagian hartanya hendaklah dikeluarkan untuk korban.Sebagai petani, Qabil mengeluarkan korban daripada hasil pertaniannya, dan sebagai penternak, Habil mengorbankan haiwan peliharaannya untuk korban. Qabil mengeluarkan korban yang afdal (terbaik), iaitu hasil ternakan yang sihat, manakala Habil sebaliknya. Hal itu diungkapkan dalam firman Allah yang bermaksud: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua-dua anak Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika mana kedua-duanya mempersembahkan ibadat korban, maka diterima daripada salah seorang dari mereka berdua (Habil), dan tidak diterima daripada yang lain (Qabil). Lalu ia berkata: Aku pasti membunuhnya (Habil).” (Surah al-Maidah, ayat 27) Ayat di atas, membuktikan korban Habil diterima di sisi Allah atas dasar niat yang ikhlas dan taat dalam menjalankan perintah Allah. Korban Qabil tidak diterima Allah, kerana mengandungi unsur tidak ikhlas dan taat. Akhirnya, terjadilah peristiwa dan tragedi pembunuhan ke atas Habil oleh tindakan dendam kesumat Qabil. Sejarawan dan ahli tafsir menyatakan, itulah pembunuhan pertama dilakukan di kalangan umat manusia sejak bumi didiami insan.
Kisah 2: Nabi Ibrahim.


Baginda bermimpi mendapat perintah daripada Allah supaya menyembelih anaknya Ismail. Di saat penyembelihan hendak dilaksanakan Nabi Ismail a.s. berkata kepada ayahnya: "Wahai ayah, saya ingin sampaikan beberapa permintaan kepada ayah. Hendaklah ayah mengikat tangan saya, supaya saya tidak meronta-ronta, yang akan menyulitkan ayah; hendaklah wajah saya dihadapkan ke tanah, supaya ayah tidak melihat wajah saya yang akan menimbulkan kasih sayang ayah kepada saya; hendaklah ayah melipatkan kain ayah, supaya tidak berlumuran darah sedikitpun, sehingga mengurangi pahala saya dan mungkin juga akan diketahui ibu, sehingga dia menjadi susah; hendaklah ayah mengasah pisau ayah, agar memper-cepatkan jalannya atas leher saya, supaya meringankan rasa sakit, kerana mati itu amat sakit sekali; hendaklah ayah membawa baju saya kepada ibu sebagai kenang-kenangan dan katakanlah kepadanya: 'Bersabarlah engkau terhadap perintah Allah', janganlah diberitahu kepadanya bagaimana cara ayah menyembelih saya dan bagaimana ayah mengikat tangan saya; hendaklah ayah tidak membawa anak-anak (seusia saya) ke rumah ibu, supaya rasa sedihnya tidak timbul kembali dan kalau ayah mengetahui anak yang sebaya saya, hendaklah ayah tidak melihatnya, sehingga ayah terkenang menjadi susah dan duka'

Maka kata Nabi Ibrahim a.s: "Sebaik-baik penolong, adalah engkau hai anakku, untuk melaksanakan perintah Allah Taala."Dan diletakkan pisaunya pada leher puteranya, maka dia mulai menyembelihnya dengan kuat sekali, akan tetapi dia tidak mampu melukai lehernya. Kemudian Nabi Ismail a.s berkata: "Wahai ayahku, lepaskanlah tali tangan dan kakiku, supaya Allah Taala tidak memandang saya sebagai orang yang terpaksa."

Maka Nabi Ibrahim pun menelentang kedua tangan Ismail dan kedua kakinya tanpa ikatan, serta memalingkan wajahnya ke arah tanah, lalu menetak pisaunya dengan sekuat tenaga. Pisau itu membalik serta tidak dapat melukai leher Ismail dengan izin Allah.  Kata Ismail a.s: "Wahai ayahku, kekuatanmu menjadi lemah, kerana masih ada rasa cintamu kepadaku, sehingga ayah tidak dapat menyembelih saya." Maka Nabi Ibrahim memukulkan pisau itu kepada batu, dan batu itu terputus dua. Kata Ibrahim a.s: "Hai pisau, engkau mampu membelah batu, tetapi kamu tidak dapat memotong daging?"

Pisau itu berkata dengan izin Allah: "Hai Ibrahim, engkau mengatakan: 'Potonglah!', sedangkan Allah berfirman: 'Jangan engkau potong', maka bagaimana boleh saya mentaati engkau sedangkan saya harus pula mender-hakai Tuhanmu?" Kemudian Allah berfirman:  Maksudnya: "Dan Kami (Allah) menyeru: Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu dan sesungguhnya Kami membalas orang-orang yang berbuat baik."Lalu Malaikat Jibril a.s telah datang membawa seekor kibas sebagai gantian Nabi Allah Ismail a.s.


Keikhlasan dan ketaatannya diberi imbalan oleh Allah, iaitu menyelamatkan Ismail dan menggantikannya dengan seekor kibas. Peristiwa korban itu memberikan teladan, untuk meraih kemuliaan pastilah dilalui dengan pengorbanan. Berjuang untuk mencapai kemuliaan, ternyata mesti ditempuh dengan berkorban. Orang yang menyatakan dirinya berjuang, tanpa ada kemahuan untuk berkorban, sesungguhnya bukanlah pejuang melainkan pengikut. Jika ingin maju dan mulia, pasti ada gerakan yang dipeloporinya untuk berjuang sekali gus berkorban, iaitu mendekatkan diri kepada Allah. Justeru kisah pengorbanan yang klasik ini diabadikan di dalam Al-Qur’an dan juga di dalam Doa Iftitah yang kita ucapkan dalam solat kita sempena doa Nabi Ibrahim: “Sesungguhnya solatku, dan ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk-Mu Ya Rabbi!” 
Kisah 3:  Nabi Muhammad SAW.


Firman Allah yang bermaksud: “Sesungguhnya Kami mengurniakan kepadamu (wahai Muhammad) kebaikan yang banyak (di dunia dan akhirat). Oleh itu, maka dirikanlah solat kerana Tuhanmu, dan sembelihlah korban (sebagai bersyukur). Sesungguhnya orang yang membenci engkau, dialah yang terputus (daripada mendapat perkara yang diingininya).” (Surah al-Kauthar, ayat 1-3) 

Perbuatan Rasulullah S.A.W seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud dan lain-lainnya menyatakan bahawa setiap Hari Raya Adha, Rasulullah S.A.W menyembelih dua ekor kambing yang gemuk, bertanduk dan berbulu putih bersih. Baginda mengimami sembahyang dan berkhutbah, sesudah itu baginda memegang kambing berkenaan dan bersedia untuk menyembelih, lalu berdoa:

"Ya Allah, terimalah ini dari Muhammad dan ahli keluarga Muhammad."

Kemudian baginda menyembelihnya. Sesudah itu baginda membaringkan kambing yang lagi satu dan berdoa:

"Ya Allah, terimalah ini daripada Muhammad dan umatku".

Sebahagian dagingnya dimakan oleh baginda dan keluarganya, dan sebahagian yang lain dibahagi-bahagikan kepada fakir miskin.


Firman Allah S.W.T yang bermaksud:

"Maka makanlah kamu akan daging binatang korban itu dan berilah makan kepada orang susah, yang fakir miskin."
-Surah Al-Haj:Ayat 28





Pembahagian daging korban mengandungi makna sebagai cara untuk mendekatkan hubungan antara orang kaya dan miskin, antara orang berada dengan orang yang serba kekurangan. Malah ibadah korban adalah wahana penghubung yang dilandaskan rasa kemanusiaan, sehingga boleh menimbulkan rasa kasih dan simpati sesama manusia. Maka inilah ibadah yang menggambarkan syariat Islam, di mana manusia dapat mendekati Allah S.W.T atau "bertaqarrub" kepadanya apabila hamba berkenaan mendekati saudara-saudaranya yang berada dalam kesusahan.
Mereka yang akan menjalankan ibadah korban, disunatkan bagi mereka agar menyembelih binatang korban mereka itu sendiri. Jika tidak mampu maka saksikanlah upacara korban itu sendiri. Lihatlah upacara korban itu apabila darah pertama mula mengalir ke bumi, kerana ketika itulah Allah s.w.t mengampuni dosa-dosa yang telah lalu dari orang yang melakukan korban itu. Rasulullah s.a.w telah menyuruh puterinya Fatimah r.a untuk menyaksikan ibadah korban yang dijalankan atas namanya. Sabda beliau:

قُوْمِيْ إِلَى أَضْحِيَتِكِ فَاشْهَدِيْهَا فَإِنَّهُ بِأَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِهَا يُغْفَرُ لَكِ مَا سَلَفَ مِنْ ذُنُوْبِكِ . 

Ertinya:  Bangunlah dan pergilah menyaksikan ibadah korban kamu kerana sesungguhnya pada titisan pertama darah yang mengalir akan diampunkan dosa kamu yang lepas. 
Maka kita disunatkan agar menyaksikan ibadah korban kita itu dan berdoalah kepada Allah: 'Ya Allah! Ini adalah dari Engkau dan untuk Engkau maka terimalahnya dari kami.' Semoga ibadah korban kita ini diterima Allah s.w.t, amin. 
Paling penting keikhlasan dan ketaatan menunaikan perintah Allah. Allah menguji iman, seperti menguji keimanan Nabi Ibrahim dengan memerintahkan menyembelih Ismail. Allah tidak memerlukan darah dan dagingnya. Allah sekadar menguji keimanan Ibrahim dengan perintah dan ujian yang sangat berat itu. Syariat dan ibadat korban terus berlaku hari ini hingga kiamat. Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada daging dan darah haiwan dikorbankan itu. Yang dilihat Allah adalah niat ikhlas dan taat yang ada pada diri orang yang berkorban. Allah berfirman yang bermaksud: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keredaan Allah, tetapi ketakwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya.” (Surah al-Hajj, ayat 37)
 

Kemuliaan 10 Hari Dzulhijjah

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَا اْلعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلُ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوْا وَلاَ الْجِهَادُ ؟ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْئٍ
(صحيح البخاري)
 
Sabda Rasulullah saw :
“ Sungguh tiada amal ibadah afdhal dari hari-hari ini (10 hari Dzulhijjah,sebagian mengatakan termasuk hari Tasryik yaitu 13 Dzulhijjah), maka beberapa sahabat bertanya : Tidak juga jihad di jalan ALLAH ?, Rasul saw bersabda : tidak juga Jihad lebih afdhal darinya, kecuali yang pergi jihad dengan dirinya dan semua hartanya, dan tidak kembali jiwa dan semua hartanya “ (Shahih Bukhari)

 
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلّمَّ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
Limpahan puji ke hadirat Allah SWT yang telah menghamparkan alam semesta , menghamparkan permukaan bumi untuk menjadi tempat sementara kita, meniti tangga-tangga keluhuran dan keabadian, meniti tangga-tangga kebahagiaan, meniti tangga-tangga cinta Allah menuju kasih sayang Allah, menuju kelembutan Allah, tangga-tangga kerinduan kepada Sang Maha Abadi, Sang Maha berjasa dan Maha menciptakan hambaNya membantu satu sama lain ,dan hakikat itu semua dariNya. Hadirin hadirat, tiada nama sebelum nama Allah dan tiada nama setelah nama Allah . Makna dari kalimat ini adalah seluruh nama adalah makhluk di dalam samudera keagungan nama Allah SWT, Maha Tunggal dan Maha Abadi, Maha menerbitkan matahari dan bulan, Maha menciptakan kehidupan dan kematian, Maha menawarkan kasih sayang dan cintaNya kepada hamba-hambaNya sepanjang siang dan malam, di saat mereka melewati hari-harinya dalam setiap kejapnya bahkan di dalam jebakan dosa yang terdalam sekalipun, Sang Maha lemah lembut tidak menutup pintuNya bagi hamba yang ingin kembali kepada kelembutanNya. Pintu rahmat Allah SWT terus terbuka menanti mereka yang ingin bertobat, maka jelanglah dan jawablah seruan Allah…
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“ Kusambut panggilan-Mu Ya Allah kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, ni’mat dan kerajaan hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
Kami datang kepadaMu wahai Allah, datang kepada pengampunanMu, datang kepada rahmatMu, datang kepada kelembutanMu, datang kepada harapan-harapan dilimpahi anugerah olehMu, datang kepada Yang Maha melimpahi anugerah, datang kepada Yang Maha memiliki kebahagiaan dunia dan akhirah . Kami berkumpul di dalam naungan keagungan namaMu di majelis yang mulia ini, yang tiada satupun diantara mereka yang hadir terkecuali Kau melihatnya, dan Kau melihat bathin kami , Kau melihat masa lalu kami, Kau melihat masa depan kami dan Kau tau dimana kami akan wafat dan Kau mengetahui berapa jumlah nafas kami yang tersisa, berapa jumlah nafas kami yang telah lewat, berapa kenikmatan yang telah Kau berikan, berapa kenikmatan yang masih akan Kau berikan, wahai Allah Ya Rabbal ‘alamin.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Inilah malam-malam agung ‘Arafah, inilah malam-malam mulia di sepuluh malam bulan Zulhijjah yang merupakan salah satu dari sumpah Allah SWT atas kemuliaannya seraya berfirman :
وَالْفَجْرِ ¤ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ¤ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر : 1- 3
“ Demi cahaya fajar, demi malam yang sepuluh dan demi yang genap dan yang ganjil “. ( QS. Alfajr :1-3 )
Para mufassir menjelaskan cahaya fajar yang dimaksud adalah pagi hari di saat Idul Adha, terbitnya matahari Idul Adha yang membawa hamba-hamba yang beriman menuju Shalat ‘ied dan berkurban untuk menjamu saudara saudarinya, sesama tetangga dan kerabatnya dengan Udhhiyyah ( hewan sembelihan kurban ) sebagai tanda hubungan silaturrahmi yang berpadu, rahasia keluhuran Allah terbit di hari itu, di fajar waktu Idul Adha .
وَلَيَالٍ عَشْرٍ ( الفجر : 2
“ Demi sepuluh malam “ . ( QS. Alfajr : 2 )
Al Imam Abdullah bin Abbas Ra, sepupu Rasulullah SAW yang digelari “ Bahrul ‘ilmi Ad Daafiq “ ( lautan ilmu yang dalam ) di dalam tafsirnya menafsirkan makna “ demi sepuluh malam “ adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, mulai dari malam 1 Zulhijjah hingga malam 10 Zulhijjah. Jadi sekarang kita berada di tengah-tengahnya, malam Jum’at besok kita sudah berada di malam Idul Adha, berakhirnya sepuluh malam Zulhijjah. Pendapat lain mengatakan makna “ demi sepuluh malam “ adalah sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, tetapi pendapat yang Arjah ( lebih kuat ) yang dimaksud adalah sepuluh malam pertama bulan Zulhijjah yaitu mulai malam 1 Zulhijjah hingga malam 10 Zulhijjah yang di waktu itu tamu-tamu Allah Rabbul ‘alamin berdatangan ke medan Makkah dan Madinah untuk haji dan umrah, di tanggal-tanggal luhur itulah penduduk di barat dan timur ummat sayyidina Muhammad SAW di undang oleh Allah SWT untuk berkumpul di Arafah, berkumpul di Muzdalifah, berkumpul di medan thawaf, medan sa’i dan lainnya, sepuluh malam ini adalah malam-malam doa bagi yang berangkat haji dan umrah atau yang berada di rumahnya karena kita semua ummat Nabi Muhammad SAW.
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر :3
“ Demi yang genap dan yang ganjil “. ( QS. Alfajr : 3 )
Berkata Al Imam Ibn Abbas Ra bahwa makna ayat ini adalah hari Arafah dan hari Idul Adha, tanggal 9 Zulhijjah dan 10 Zulhijjah. Kenapa hari Arafah dikatakan genap, karena perhitungannya adalah terbenamnya hari Arafah yaitu malam 10 Zulhijjah dan ini adalah malam yang genap. Dan mengapa hari Idul Adha dikatakan yang ganjil padahal hari Idul Adha adalah tanggal 10, namun yang dimaksud ganjil disini karena mulai dari malamnya (malam arafah) sudah masuk malam Idul Adha (maksudnya genap dan ganjil adalah arafah berpadu dg idul adha.
Disunnahkan bertakbir mulai dari terbitnya fajar hari Arafah tapi muqayyad ( terikat ) dengan waktu shalat , shalat fardhu dan shalat sunnah, demikian dalam Mazhab Syafi’i. Jadi tidak setiap waktu (hanya setiap habis shalat mulai fajar hari arafah), hari Arafah tanggal 9 Zulhijjah mulai shalat subuh sudah disunnahkan untuk bertakbir, demikian pula setelah zhuhur dan asar.
Dan setelah shalat maghrib barulah mutlak sampai shalat Idul Adha esok harinya. Jadi malam lebaran itu mulai maghrib boleh bertakbir terus menerus sampai esok harinya, boleh di saat setelah shalat atau sebelum shalat , saat di rumah atau di jalan, atau sambil beraktifitas itu diperbolehkan. Disunnahkan dengan sunnah muakkadah bertakbir, mengagungkan nama Allah di malam 10 Zulhijjah itu sampai selesai waktu shalat ‘ied maka setelah itu tidak lagi sunnah Muakkadah , kecuali di waktu-waktu shalat saja (Muqayyad). Selesai shalat fardhu atau shalat sunnah disunnahkan untuk bertakbir sampai hari ke 13 Zulhijjah, berakhirnya hari tasyrik saat terbenam matahari pada tanggal 13 Zulhijjah sudah berhenti takbirannya. Jadi takbiran itu mutlaknya mulai dari waktu maghrib tanggal 9 Zulhijjah malam 10 Zulhijjah sampai selesai shalat Idul Adha . Dan setelah itu boleh bertakbir tetapi sebaiknya hanya di waktu selesai shalat fardhu atau shalat sunnah sampai terbenam matahari pada hari ke 13 Zulhijjah. Sedangkan setelah itu tidak lagi sunnah muakkadah bertakbir dengan takbir yang masyruu’ yang sering kita dengar.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر :3
Firman Allah (yg maknanya) “ Demi hari Arafah dan hari IdulAdha “, dua hari yang bergandengan yaitu 9 dan 10 Zulhijjah tepatnya di kalender kita adalah hari Kamis dan hari Jum’at . Allah bersumpah dengan kemuliaan sepuluh malam ini, yang mana malam ini adalah salah satunya, kita di dalam naungan cahaya rahmat Ilahi yang berlimpah, yang mana Allah melimpahkan keluhuran dan kemuliaan seluas-luasnya. Dijelaskan oleh Hujjatul Islam Wabarakatul Anam Al Imam Nawawy di dalam kitabnya Syarh Nawawi ‘Alaa Shahih Muslim, mensyarahkan tentang hadits yang kita baca ini, yang di syarah oleh Al Imam Nawawi dan disyarah juga oleh Al Imam Ibn Hajar, tetapi syarah Al Imam Nawawy lebih ringkas . Syarah Al Imam An Nawawy Ar menjelaskan tentang hadits yang kita baca ini, bahwa “Tiadalah amal yang lebih afdhal diamalkan, dan pahalanya lebih besar daripada hari-hari ini” , Al Imam An Nawawi mengatakan sepuluh hari bulan Zulhijjah yaitu mulai dari tanggal 1 Zulhijjah sampai 10 Zulhijjah, dan Al Imam An Nawawi mengatakan “ dan disunnahkan berpuasa di sepuluh hari bulan Zulhijjah, dengan hadits-hadits yang teriwayatkan kuat”. Al Imam An Nawawi mengatakan, merupakan hal yang salah jika ada orang yang mengingkari puasa 9 hari di bulan Zulhijjah mulai tanggal 1 sampai 9 Zulhijjah, karena di tanggal-tanggal itu adalah hari-hari yang luhur sebagaimana hadits riwayat Al Imam Bukhari, sabda Rasulullah saw :“ Tiadalah suatu amal ibadah yang afdhal melebihi hari-hari ini “ yaitu sepuluh hari bulan Zulhijjah dari tanggal 1 sampai tanggal 10 Zulhijjah, tetapi tanggal 10 Zulhijjah tentunya diharamkan puasa karena hari lebaran. Jadi di hari lebarannya tidak puasa, tetapi hari-hari lainnya seluruh ibadah sunnah muakkadah, karena sudah ada hadits ini dan diperkuat dengan firman Allah SWT:
وَالْفَجْرِ ¤ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ¤ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر : 1- 3
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Kita bisa merenung, Rasul SAW bersabda : “ bahwa tiada satu amal yang lebih baik daripada amal-amal di hari-hari seperti sekarang ini “, maksudnya pahalanya sangat besar. Maka para sahabat bertanya : “ Ya Rasulallah, Walaa al jihaad? meskipun jihad tidak juga lebih besar pahalanya daripada ibadah di hari-hari ini?”, maka Rasulullah berkata : “ Walaa al jihaad “, jihad pun tidak bisa melebihi pahala orang yang beribadah di hari-hari ini, di sepuluh hari bulan Zulhijjah,
إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْئٍ
Kecuali orang yang betul-betul keluar untuk membela agama Allah dengan membawa nyawa dan seluruh hartanya dan tidak kembali baik nyawa dan hartanya, orang yang seperti itu barulah pahalanya bisa melebihi orang yang beribadah di sepuluh hari bulan Zulhijjah ini, yaitu tanggal 1 sampai 10 Zulhijjah. Kalau teriwayatkan di dalam Shahih Bukhari dan lainnya bahwa berlipatgandanya pahala 10 kali hingga 700 kali lipat itu, dan para Imam menjelaskan yang 700 kali lipat itu adalah di waktu-waktu tertentu diantaranya di bulan Ramadhan dan di sepuluh hari bulan Zulhijjah ini, dan diantaranya juga pada tanggal 10 Muharram yang akan datang.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Demikian keagungan hari-hari mulia ini, bergetar jiwa kita mendengar indahnya hari-hari mulia ini, hingga sahabat berkata “ Ya Rasulallah Walaa al jihaad ( tidak juga jihad wahai Rasulullah ) “,jihad itu perang mengorbankan nyawa, dan meninggalkan keluarga dan semua sahabat. Maksudnya jihad adalah memerangi orang-orang non muslim yang memerangi muslimin. Sebagaimana firman Allah SWT :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ( الممتحنة : 8
“ Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama, dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil “. ( QS. Almumtahanah : 8 )
Jadi Allah tidak melarang kita untuk berhubungan baik dengan mereka yang di luar Islam selama tidak memerangi kita muslimin, tidak membunuh dan mengusir orang-orang Islam dari rumahnya, kalau mereka orang non muslim tidak memusuhi maka kita harus berbuat lebih baik daripada mereka. Allah SWT melanjutkan firmanNya :
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ( الممتحنة : 9
“ Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai temanmu, orang –orang yang memerangimu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain ) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan mereka itulah orang yang zhalim “ . ( QS. Almumtahanah : 9 )
Allah memerintahkan kalian berhati-hati, dan juga untuk waspada dan siap untuk berjihad memerangi mereka yang memerangi kalian dan mengusir kalian dari rumah-rumah kalian, kalau tidak maka tidak kita perangi, ini makna jihad. Kita memahami bahwa jihad itu mengorbankan nyawa , meninggalkan anak dan istri dan semuanya, dan jikalau ia wafat maka wafat jika cacat maka cacat, hal itu begitu dahsyat perjuangannya dan ternyata amal-amal di sepuluh hari Zulhijjah ini lebih afdhal daripada jihad fisabilillah, terkecuali orang yang keluar dengan dirinya bersama semua harta yang ia miliki rumah, mobil dan motor ia jual semuanya dan dibawa harta itu bersmanya digunakan untuk berjihad maka tidak kembali apapun dari keduanya, hartanya tidak kembali dan dirinya pun tidak kembali yaitu wafat. Maka orang yang seperti itu barulah amalnya lebih afdhal dari orang yang beramal-amal di sepuluh hari ini. Hadirin hadirat, saya tidak bisa memperpanjang kalimat agung dan luhur ini, bagaimana tawaran Ilahi untuk menyampaikan kita kepada keagungan yang demikian dahsyatnya, betapa beratnya kita berjihad, dan betapa ringannya Allah beri pahala yang lebih agung dari pahala jihad. Begitu indahnya tuntunan Sang Nabi Muhammad saw, Allah berikan hal-hal yang ringan untuk diamalkan, tapi diberi ganjaran yang sangat besar, inilah rahasia kedermawanan Ilahi, seraya berfirman :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ¤ اللَّهُ الصَّمَدُ ¤ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ¤ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ( الإخلاص : 1-4
“ Katakanlah ( Muhammad ) “ Dialah Allah Maha Tunggal”, Allah tempat meminta segala sesuatu, Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia “. ( QS. Al Ikhlash : 1-4 )
Tunggal dalam segala hal, tunggal dalam keabadian , tunggal dalam kesempurnaan , tunggal mengawali segala-galanya dari tiada , tunggal mengawali segala selainNya swt. Hadirin hadirat, jadikan Allah swt tunggal menguasai jiwa kita, jangan jadikan ada yang lebih dari nama Allah di dalam sanubari ini.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Usia kita semakin hari semakin berkurang, semakin dekat dengan kematian setiap nafas kita adalah selangkah menuju ajal, dan hari perjumpaan dengan Allah SWT semakin dekat . Jika amal kita tidak bertambah, begitu-begitu saja setiap hari tidak berubah, berarti kita semakin mundur, karena apa? Karena jarak perjumpaan kita dengan Allah SWT semakin dekat, jika jarak perjumpaan kita dengan Allah semakin dekat mestinya semakin peduli.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Kalau kita ada undangan perjumpaan dengan penguasa negeri , Presiden atau Raja misalnya. Perjumpaan ini bukan sekedar perjumpaan, perjumpaan ini bisa jadi penjamuan sambutan kasih sayang diberi hadiah, harta, rumah, mobil dan lain sebagainya, atau bisa jadi berubah menjadi sambutan kemurkaan, mendapat kehinaan yang kekal, seperti apa?, misalnya kalau kita tau kejadian itu setahun yang akan datang , maka bagaimana bingungnya kita khawatir kalau kita salah bicara, salah pakai baju atau salah melangkah dan ketahuan oleh spionasenya ( mata-mata ) dan akhirnya dilaporkan, bagaimana jika ini terjadi?!
Yang Maha Melihat, melihat. Yang Maha Mendengar, mendengar. Yang Maha Melihat lintasan pemikiran kita, melihat apa yang kita renungkan. Apakah tidak ada dalam pemikiran kita tentang hal ini?!. Siang dan malam kita memikirkan tentang makan dan minum, keluarga, rumah tangga, anak-anak, dagangan, pekerjaan, sekolah, dan lain sebagainya, siang dan malam kita memikirkan masalah ini dan itu. Maka tidakkah terfikirkan oleh kita bahwa hari perjumpaan dengan Allah semakin dekat, itu adalah hari penentuan dan detik-detik yang membuka kebahagiaan yang kekal atau kehinaan yang abadi, masuk ke dalam penjara yang sangat merisaukan dan menakutkan di dalam api neraka atau di dalam kenikmatan di sorga yang kekal dalam kasih sayangNya. Adakah hal ini kita renungkan? Beruntung mereka yang merindukan perjumpaan dengan Sang Maha Indah maka dia sudah dirindukan Allah. Jauh hari sebelum berjumpa dengan Allah , ia sudah dirindukan Allah . Allah SWT berfirman dalam hadits qudsy :
مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ
“ Barangsiapa yang rindu berjumpa denganKu, maka Aku pun rindu berjumpa dengannya “.
Maka jadilah hari-harinya, siang dan malamnya, makan dan minumnya, tidur dan bangunnya dalam cahaya kerinduan Ilahi dan Allah merindukannya. Maka tentunya berbeda , kalau seseorang tinggal di suatu kerajaan, dan raja rindu pada orang ini, apa yang susah dalam kehidupannya? kalau raja sudah menyayangi orang ini, maka semua pasukan dan pengawalnya dikerahkan untuk menjaga agar jangan sampai orang ini terganggu, bahkan sampai jalanannya pun dibuat serapi mungkin, apalagi bukannya orang ini yang mencintai raja, tapi raja yang mencintainya. Kita lihat kalau cinta manusia dengan manusia. Berbeda antara cinta manusia dengan manusia dan cinta manusia dengan Allah. Kalau cinta manusia dengan manusia itu, misalnya raja atau penguasa walaupun baik, walaupun dermawan , walaupun segala kebaikan ada, tapi tentunya jika kita mencintainya maka belum tentu ia mengenal kita apa lagi mencintai kita. Namun berbeda dengan Allah SWT, yang berfirman :
مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ
“ Barangsiapa yang rindu berjumpa denganKu, maka Aku pun rindu berjumpa dengannya “.
Pendosa yang siang dan malam penuh kehinaan namun Sang Maha merindukan menanti jika mereka mau merindukan Allah. Lalu bagaimana dengan dosa-dosaku?! jiwa yang merindukan Allah pasti akan dibenahi hari-harinya oleh Allah, pasti dibenahi kehidupannya oleh Allah, pasti dibenahi kesusahannya oleh Allah, masalah dunia dan akhiratnya sudah di genggaman Sang Maha Dermawan untuk diberi kemudahan.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Allah SWT menjadikan kehidupan di dunia yang sementara ini adalah sebagai tempat untuk memperbanyak amal, dan tempat untuk perjuangan hidup kita sementara, tidak lama kehidupan kita di dunia ini hanya puluhan tahun saja mungkin tidak mencapai seratus tahun, di antara kita semua yang hadir disini mungkin ada yang akan hidup melebihi seratus tahun, dan kita tidak tau apakah kita akan hidup sampai seratus tahun, hal ini tidak kita ketahui dan semoga kita semua panjang umur. Namun tentunya secara umum tidak sampai seratus tahun lagi, tapi yang akan kita jelang adalah kebahagiaan jutaan, milyunan atau triliunan tahun bahkan tidak bisa terhitung waktu, masihkah kita menolak cinta Allah?!
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Maka jelanglah kasih sayang Nya. Rasulullah SAW menyampaikan kepada kita bagaimana amal yang sangat agung di sepuluh hari bulan Zulhijjah yang luhur ini, maka perbanyaklah amal ibadah dengan harta kita ,dengan diri kita,dengan ucapan kita,dengan perbuatan kita, dan dengan jiwa kita. Jadikan sepuluh hari ini adalah hari-hari rindu kepada Allah . Tersisa tiga malam lagi, malam selasa, malam rabu, malam kamis karena yang tujuh malam telah berakhir. Maka jadikanlah malam –malam ini malam doa, malam-malam indah dan rindu kepada Allah sehingga di malam-malam ini kita dirindukan oleh Allah .
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa ketika Rasulullah SAW hendak melakukan shalat Idul Adha, beliau keluar ke Baqii’ ke lapangan di dekat perkuburan Baqi’ dan melakukan shalat Idul Adha disana . Jadi beliau shalat Idul Adha sekaligus ziarah. Diriwayatkan oleh Sayyidina Jabir bin Abdullah Ra di dalam Shahih Al Bukhari, bahwa Rasulullah SAW kalau keluar untuk Shalat ‘ied maka pulanganya beliau melewati jalan yang lain. Jadi kalau berangkatnya melewati satu arah, maka pulangnya melewati arah yang lain. Al Imam Hujjatul Islam wabarakatul Anam Ibn Hajar Al Asqalany dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari mensyarahkan bahwa Rasul SAW mengambil jalan lain saat pulang adalah, dalam hal ini banyak pendapat, diantaranya adalah untuk menghindari desakan para Jamaah, yang sudah bersalaman dengan beliau dari tempat beliau datang, maka pulangnya beliau mengambil jalan lain agar jamaah yang di tempat lain juga kebagian salaman dengan beliau selepas shalat ‘ied, demikian budi pekerti Nabi Muhammad SAW.
Dalam pendapat lainnya beliau kalau keluar shalat Idul Adha melewati rumah-rumah muslimin dan melewati perkuburan untuk berziarah selepas shalat Idul Adha, jadi dari rumah beliau SAW menuju ke medan Baqi’ itu tidak begitu jauh, dari situ beliau melewati jalan lain karena berziarah dulu ke ahlul Baqi’. Jadi ziarah di hari Idul Adha teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari bahwa Rasul SAW melakukan shalat Idul Adha di medan Baqi’ dan salah satu maknanya sebagaimana dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar adalah selesai beliau SAW melakukan shalat ‘ied beliau melakukan ziaratul Ahyaa wal Amwaat, yaitu menziarahi yang hidup dan yang telah wafat maksudnya silaturrahmi ke rumah-rumah tetangga dan menziarahi kuburan.
Pendapat selanjutnya, Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa Rasul SAW ketika keluar dari rumahnya untuk shalat ‘ied maka pulangnya beliau melewati jalan lain adalah untuk melimpahkan keberkahan di jalan yang beliau lewati dan mewangikan jalan itu, sebagaimana dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari bahwa ketika Rasul SAW melewati suatu jalan maka jalan itu menjadi wangi beberapa waktu. Jadi jalan yang telah dilewati beliau sudah wangi, maka beliau mewangikan jalan yang lain. Beliau tidak memakai minyak wangi, tetapi memang sudah wangi dicipta oleh Allah SWT. Kita mengetahui kotoran itu keluar dari tubuh kita , diantaranya keluar melewati keringat, demikian indahnya Allah SWT merangkai jasad sayyidina Muhammad SAW sampai keringat beliau pun lebih wangi dari semua wewangian, sehingga beliau ingin mewangikan jalan-jalan di Madinah dengan melewatinya. Al Imam Ibn Hajar juga menukil, sebagai sunnah bagi ummat ini untuk melakukan itu, kalau berangkat dari satu arah maka pulangnya dari arah yang lain supaya permukaan bumi itu menjadi saksi bahwa kita telah melewatinya dalam kemuliaan, karena bumi akan bersaksi untuk kita kelak.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Di malam-malam agung ini disunnahkan bagi kita untuk memperbanyak doa. Ketika kita melihat orang-orang yang melakukan shalat sunnah mereka pindah tempat , mengapa berpindah tempat begitu? maksudnya supaya semakin banyak pijakan bumi yang akan menyaksikan kebaikannya, karena setiap tempat yang kita pergunakan untuk berbuat pahala dan dosa akan bersaksi di hari kiamat kelak. Jadi mereka berpindah tempat ketika melakukan shalat sunnah agar semakin banyak bagian dari bumi ini yang ditempuh atau di injak dalam keluhuran dan pahala atau di pakai sujud, atau di pakai zikir . Dan tanah masjid yang kita inipun yang kita duduki akan menjadi saksi bagi kita di hari kiamat.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Muncul kepada saya pertanyaan, bagaimana kalau Idul Adha itu jatuh pada hari Jum’at ?, ada pendapat mengatakan bahwa Rasul SAW membolehkan untuk tidak melakukan shalat Jum’at, kalau berkumpul Shalat ‘ied dan shalat Jumat dalam satu hari. Namun hal itu disangkal oleh Hujjatul Islam Al Imam An Nawawy di dalam Syarh Nawawy ‘alaa Shahih Muslim berdasarkan hadits riwayat Shahih Muslim, yang menjelaskan bahwa salah seorang sahabat, Nu’man bin Basyir berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْرَأُ فِي اْلعِيْدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِـسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى و هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ قَالَ: وَإِذَا اجْتَمَعَ اْلعِيْدُ وَالْجُمُعَةُ فِي يَومٍ وَاحدٍ يَقرَأُ بِهمَا أَيضًا في الصَّلاتَينِ ( رواه المسلم
“ Rasulullah SAW di dalam shalat dua hari raya dan shalat jum’at membaca surat ( Sabbih isma Rabbika al a’laa dan Hal Ataaka hadiitsu al ghasyiyah), dan berkata : jika shalat ‘ied dan shalat jumat terjadi dalam satu hari maka Rasul SAW juga membaca kedua surat ini dalam shalat ‘ied dan Idul Adha”
Hadits riwayat Shahih Muslim ini merupakan suatu dalil bahwa Rasul SAW tidak memerintahkan agar shalat Jum’at dihilangkan, berarti Rasul SAW melakukan shalat Jumat di waktu hari ‘ied juga. Lalu Al Imam Nawawy menengahi tentang hadits yang mengatakan bahwa tidak perlu shalat Jumat jika sudah shalat ‘ied itu bagi yang datang dari jauh. Di masa lalu mereka berdatangan dari jauh untuk shalat ‘ied di satu tempat, ada yang datang dari Wadi yaitu lembah-lembah, tempat-tempat yang jauh mereka datang dengan berjalan kaki mungkin butuh waktu ber jam-jam atau setengah hari, mungkin untuk hadir shalat ‘ied di tengah malam mereka sudah berangkat supaya bisa tiba di waktu subuh di Madinah Al Munawwarah, jadi kalau mereka setelah shalat ‘ied pulang ke rumah mereka dan harus kembali lagi untuk shalat Jumat, tentunya akan memberatkan bagi mereka maka Rasul berkata sudah tidak perlu kembali lagi untuk shalat Jum’at , karena akan memberatkan bagi mereka. Jadi bagi mereka yang masjidnya tidak jauh maka tetap melakukan shalat Jumat. Di zaman kita sekarang meskipun sejauh-jauhnya masjid masih mudah untuk kita tempuh. Di zaman dahulu orang butuh waktu berjam-jam untuk bisa menghadiri shalat Jum’at karena masjidnya sangat jauh. Alhamdulillah di zaman sekarang terutama kita di pulau Jawa sangat mudah menemukan masjid dan mushalla, tetapi di sebagian saudara-saudara kita di wilayah Papua butuh berjam-jam juga untuk menempuh perjalanan ke masjid. Semoga adik-adik kita yang belajar di sini di bawah asuhan KH.A hamad Baihaqi,kelak merekalah yang akan membangkitkan ribuan masjid disana agar muslimin muslimat tidak kesulitan untuk melakukan shalat.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Disunnahkan berpuasa pada hari Arafah, yaitu tanggal 9 Zulhijjah sebagaimana hadits riwayat Shahih Muslim,bahwa Rasul SAW ditanya tentang puasa Arafah kemudian beliau bersabda :
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالسَّنَةَ القَابِلَةَ
“ Puasa Arafah itu menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang “
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawy Ar dalam Syarh Nawawy ‘ala Shahih Muslim bahwa sebagian Ulama mengatakan bahwa akan diampuni dosa setahun yang lalu dari semua dosa-dosanya, dan setahun yang akan datang itu adalah dosa-dosa kecil saja yang diampuni. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud setahun yang akan datang itu adalah bahwa Allah akan memberi ia hidayah dan taufik hingga ia tidak sampai ke hari Arafah yang akan datang kecuali telah dihapus dosa-dosanya oleh Allah SWT, dihapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, demikian indahnya. Tetapi bukan berarti kita berfikir dengan berpuasa hari Arafah berarti boleh bermaksiat selama setahun, jangan-jangan tidak diterima puasanya, belum berpuasa sudah berniat seperti itu. Maka berniatlah ikhlas karena Allah, maka Allah akan menghapuskan dosa setahun yang lalu dan dosa setahun yang akan datang, demikian indahnya sang Maha Indah. Dan tentunya di hari Arafah perbanyak doa , jadikan hari Arafah hari puasa kita. Mereka saudara saudari kita berkumpul di padang Arafah di dalam keluhuran dalam zikir dan doa, maka yang disana tidak disunnahkan berpuasa, karena diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika Rasul SAW melaksanakan Haji Wadaa’ , maka para sahabat ragu dan saling bertanya apakah Rasulullah puasa atau tidak di hari Arafah ini, maka berkatalah salah satu istri beliau : “ berilah beliau susu, beliau tidak akan menolak susu karena beliau sangat menyukai susu, kalau beliau menolak berarti beliau berpuasa, kalau beliau tidak menolak berarti beliau tidak berpuasa “ tetapi jika diberi air, kalau beliau ingin minum maka beliau minum, jika tidak mungkin beliau akan menolak tapi jika susu yang diberikan tidak akan beliau tolak kecuali beliau berpuasa. Ketika itu Rasul SAW berada di atas ontanya kemudian diberikan susu lalu beliau minum, berarti Rasulullah tidak berpuasa di hari Arafah karena sedang menunaikan haji, maka tidak disunnahkan mereka yang sedang menunaikan ibadah haji di padang Arafah untuk berpuasa Arafah, karena tidak diajarkan oleh Rasul SAW. Tapi yang tidak berangkat haji dan umrah, maka Rasul SAW memberikan kemuliaan puasa bagi mereka dengan mendapatkan penghapusan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang .
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim, bahwa Rasul SAW bersabda :
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ يَعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
“ Tiada satu hari yang lebih banyak dimana Allah SWT membebaskan hamba dari api neraka melebihi hari Arafah”.
Jadi belum sampai ke neraka atau ke surga nama-nama penduduk neraka dan penduduk surga sudah tercantum. Maka setiap waktu dan saat Allah pindahkan nama-nama itu, ada yang nama ahli surga di pindah ke neraka karena perbuatan jahatnya, ada nama ahli neraka di pindah ke sorga karena telah bertobat, itu setiap detik terjadi, Allah SWT memindahkan nama-nama para pendosa ke sorgaNya. Namun kata Rasul SAW paling banyak Allah SWT membebaskan hamba-hambaNya dari api neraka adalah di hari Arafah. Semoga kita semua dipastikan oleh Allah bebas dari api neraka. Penyampaian saya yang terakhir adalah firman Allah SWT :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ( المائدة : 3
“ Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu” . ( QS. Almaidah : 3 )
Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari, berkata sayyidina Umar bin Khatthab bahwa kejadian itu yaitu turunnya ayat ini terjadi tepat pada hari Jum’at di hari Arafah , dan setelah itu adalah pelaksanaan haji wadaa’ ( haji perpisahan ) bagi Rasul SAW, setelah itu masih ada ayat-ayat Al qur’an yang turun. Jadi, kalau ayat ini dipakai dalil bahwa tidak boleh ada lagi penambahan dalam hal-hal yang diperbolehkan di dalam syariat , karena sudah turun ayat tadi, tentunya itu adalah pemahaman yang salah karena setelah ayat itu ada ayat lain lagi yang turun, ayat mengenai hutang, mengenai warisan dan lainnya, jadi ayat ini bukan ayat terakhir.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Namun ayat ini di dalam tafsir Al Imam Thabari dan lainnya, mempunyai makna bahwa sudah sempurnanya Makkah Al Mukarramah, bersih dari berhala yang sebelumnya masih dipenuhi berhala, dan sempurnanya agama ini dengan kesempurnaan yang abadi, tentunya semua hal yang membawa manfaat bagi muslimin muslimat boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan syari’ah, demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah. Kita bermunjat kepada Allah SWT, semoga malam-malam agung ini kita termuliakan dengan cahaya yang paling indah yang pernah Allah anugerahkan kepada hamba-hambaNya di malam-malam agung di sepuluh malam Zulhijjah Ya Rahmaan Ya Rahiim Ya Zal Jalaaly wal Ikraam Ya Zatthawli wal in’aam, inilah sepuluh malam yang mulia dan ini adalah malam yang ketujuh. Rabby, tersisa tiga malam di hadapan kami maka selesailah kami dari sepuluh malam Zulhijjah. Rabby inilah doa kami, betapa banyak maksiat yang kami lakukan di masa lalu, dan barangkali betapa banyak pula dosa yang akan menjebak kami di masa mendatang , maka kepada siapa kami akan mengadu kalau bukan kepadaMu Ya Rabby, betapa banyak musibah yang kami lewati di masa lalu, betapa banyak musibah yang mungkin akan datang di masa mendatang , betapa banyak kenikmatan yang kami lewati yang lupa kami syukuri, betapa banyak kenikmatan yang akan datang yang barangkali kami lupa mensyukurinya, kepada siapa kami menitipkan diri ini wahai Rabby kalau bukan kepadaMu Ya Allah, kalau bukan kepada Yang Maha berkasih sayang , kalau bukan kepada yang berfirman : ” Aku merindukan hamba-hambaKu jika hamba-hambaKu merindukanKu”, kepada yang berfirman : “ Aku bersama hambaKu ketika hambaKu mengingatKu dan bergetar bibirnya menyebut namaKu “. Rabby, kami memanggil namaMu, kami getarkan bibir untuk memanggil namaMu, yang getaran bibir kami menterjemahkan seluruh doa dan hajat kami , kami memanggil namaMu Ya Allah maka dalam nama itu kami pendamkan seluruh hajat kami , kami mohonkan seluruh doa kami, kami mintakan segala kemudahan di masa mendatang, kami mintakan pengampunan di masa lalu, dan kami mintakan taufik dan hidayah, dan kami mintakan agar kami jauh dari api neraka. Wahai Allah kami mendengar siksaan ynag paling ringan di dalam neraka adalah dipakaikan sandal dari api hingga bergejolak otaknya dari panasnya sandal api itu, api itu dipanaskan selama seribu tahun hingga berwarna putih, dan api itu dipanaskan selama seribu tahun hingga berwarna hitam, pernahkah terbayang kau melihat api yang berwarna hitam, api yang bergemuruh memanggil para pendosa . Rabby, disaat itu dimanakah kami, jangan kami dipanggil oleh api neraka karena dosa-dosa kami saat kami bangun di padang mahsyar Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim . Pastikan kami di dalam kelompok yang Kau firmankan :
إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ ¤ لَا يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا وَهُمْ فِي مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ خَالِدُونَ ¤ لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ هَذَا يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ ( الأنبياء : 101-103
“ Sungguh, sejak dahulu bagi orang-orang yang telah ada ( ketetapan )yang baik dari kami ( Allah ), mereka akan dijauhkan dari api neraka, mereka tidak mendengar desis api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati semua yang mereka inginkan, kejutan yang dahsyat tidak membuat mereka sedih , dan para malaikat akan menyambut mereka ( dengan ucapan ), “ inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu “. ( QS. Al Anbiyaa’ : 101-103 )
Orang-orang yang lebih dahulu Allah beri anugerah, mereka meminta di masa hidupnya husnul khatimah , maka Allah berikan kepada mereka anugerah, mereka jauh dari api neraka, jangankan mendengar gemuruh api neraka, desisnya pun mereka tidak mendengarnya, karena mereka dalam keagungan cahaya Ilahi, mereka sampai ke surga Allah dan jauh dari api neraka itu dan tidak mendengar desisnya, dan mereka tidak risau dan tidak bingung di hari dimana semua orang kebingungan, karena di hari itu mereka gembira dan berjumpa dengan yang dirindukannya yaitu Allah SWT. Di dunia mereka merindukan Allah, di hari itu di saat semua orang kebingungan, tetapi mereka dirindukan dan dipanggil oleh Allah dengan panggilan kasih sayangNya. Rabby, betapa jauh berbeda mereka yang dipanggil oleh api neraka dan yang dipanggil oleh kasih sayangMu. Jadikan kami dipanggil oleh kasih sayangMu Ya Allah. Allah berfirman :
إِنْ ذَكَرَنِيْ فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِيْ وَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ خَيْرٌ مِنْهُمْ
“ Barangsiapa yang mengingatKu dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diriKu, jika ia mengingatKu dalam keramaian maka Aku pun menyebutnya dalam tempat yang ramai.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا …
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله…يَا الله… ياَ الله… ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ إلَّاالله…لاَ إلهَ إلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ
Semoga malam ini malam qabul kita, malam keabadian kita untuk terbuka padanya rahasia keridhaan Allah yang abadi, tiada berakhir hingga kita bertemu dengan Allah SWT kelak, seraya berfirman :
إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ ( الطور : 28
“ Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (QS. Ath Thuur : 28)
Hingga kelak di hari kiamat ada yang berbangga-bangga dimuliakan Allah, apa yang mereka ucapkan?
إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ (الطور 28
Dulu kami menyembahNya dan berdoa kepadaNya, menyebut namaNya, Sungguh Dialah Yang Maha Baik dan Maha berkasih sayang. (QS Atthuur 28)
Mereka dalam sambutan yang kekal, semoga kita dalam kelompok mereka di hari kiamat, berabangga-bangga sering memanggil nama Allah SWT, dunia bukan tempat berbangga-bangga, akhirat tempat berbangga-bangga dari segala pengampunan Allah SWT.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah…
Beberapa hal yang perlu saya sampaikan pada malam hari ini, malam Idul Adha malam Jumat ini kita akan mengadakan takbiran sebagaimana selebaran yang telah dibagikan . Dan juga saya memohon doa karena besok akan tabligh akbar dan zikir Jalalah di Denpasar Bali, esok pagi keberangkatan dan kembali hari Rabu Insyaallah, dan minggu ini juga ada acara di Banjarmasin dalam Tabligh Akbar dan Doa, dan malam Sabtu dan malam Ahad tetap di Jakarta, Insyaallah. Untuk minggu ini cuma ada dua acara yaitu di Denpasar dan Banjarmasin. Insyaallah menyusul bulan Desember di Masjid Raya Bogor, Bandung dan wilayah Jawa Barat untuk bulan Desember. Jadi yang bisa berangkat ke Denpasar silahkan berangkat, tapi tidak dianjurkan konvoi tapi kalau ke Cimahi Bogor tidak apa-apa konvoi, tapi kalau ke Denpasar tidak diperbolehkan konvoi, kita konvoi dengan doa kita insyaallah acara di wilayah sukses dan dakwah semakin mulia dan kita semakin indah di dalam hari-hari kita.
Saya juga memohon kepada Jamaah untuk tidak terlalu berdesakan dalam bersalaman kepada pendosa ini, saya bukan Ulama bukan pula Shalihin yang berhak untuk diambil barakah saya cuma pendosa yang berharap pengampunan dosa dari Allah karena doa kalian para Jamaah. Memang dulu para Sahabat berdesakan untuk bersalaman dengan Rasulullah dan menciumi beliau, tapi beliau Rasulullah yang memang berhak untuk dimuliakan, dan sebelum beliau mendapatkan hal itu, di awal dakwah beliau, beliau sendiri yang bercerita : “suatu waktu aku berdiri di salah satu pasar, ketika ku katakan :
قُوْلُوْا لاَإلهَ إِلاَّ الله
“ Katakanlah : Tiada tuhan selain Allah “
Mereka berdesakan padaku bukan untuk berjabat tangan atau untuk mengucapkan “ Laa ilaaha illallaah “, tetapi mereka berebutan meludahi wajahku,
kata Rasul SAW. Demikian keadaan dakwah Sang Nabi. Tentunya hamba pendosa ini malu, di zaman Rasulullah orang-orang berdesakan meludahi beliau dan di zaman sekarang orang-orang berdesakan mau menciumi saya hamba penuh dosa ini, sungguh sangat tidak pantas. Demikian sekedar himbauan penyampaian dari sanubari ini, tentunya jika akan memberatkan kalian sendiri cukuplah bersalaman dengan doa dan munajat kita bersatu dalam persaudaraan Islam dunia dan akhirah. Jika kau bertabarruk dengan tangan pendosa ini tampaknya bukan tempatnya, demikian hadirin hadirat. Selanjutnya kita teruskan acara ini dengan qasidah Muhammadun mengenang indahnya Nabi kita Muhammad SAW, falyatafaddhal masykuraa.

www.catatantemmy.blogspot.com

Senin, 26 Januari 2015

FAKTA ILMIAH DAN KECEPATAN CAHAYA DALAM AL-QUR'AN


السلام عليكم
 بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم. لا إله إلا الله محمد رسو  ل الله الحمد لله رب العا لمين الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Kecepatan Cahaya, Kecepatan gelombang elektro magnetic yg tercepat di jagat ini, yaitu:299792.5 Km/detik, yang baru diketahui abad 20 tentu saja dengan peralatan canggih & modern terakhir, namun hal ini ternyata telah ditulis Al-Qur’an 1400 Tahun yang lalu.

Mungkin saudara saudara pernah tahu jika konstanta C, atau kecepatan cahaya yaitu kecepatan tercepat di jagat raya ini diukur, dihitung atau ditentukan oleh berbagai institusi berikut:
  • US National Bureau of Standards, C = 299792.4574 + 0.0011 km/det 
  • The British National Physical Laboratory, C = 299792.4590 + 0.0008 km/det 
  • Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar: ”Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik".

Sekarang, mari kita perhatikan apa yg Qur’an tulis tentang kecepatan cahaya.

(QS. Yunus [10]:5). 
~ "Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (jalan-jalan) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda-tanda kepada orang-orang yang mengetahui.

(QS Al-Anbiyaa [21]: 33).
~ "Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.

(QS. Ash-Sajdah [32]: 5).
~ "Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu

Sekarang, mari kita perhatikan dengan seksama.
Jarak yang dicapai “Sang urusan” selama 1 hari = jarak yang ditempuh bulan selama 1000 tahun atau 12000 bulan.

C . t  = 12000 . L  dimana :
  • C = kecepatan Sang urusan                
  • t  = waktu selama satu hari                
  • L = panjang rute edar bulan selama satu bulan 
Sekarang, sistem kalender telah diuji mendapatkan nilai C yang sama dengan nilai C yang sudah diketahui setelah pengukuran.


Ada dua macam system kalender bulan:

1. Sisyem sinodik, didasarkan atas penampakan semu gerak bulan dan matahari dari bumi.   
1 hari     = 24 jam   
1 bulan  = 29.53059 hari

2.Sistem sidereal, didasarkan atas pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta.   1 hari    = 23 jam 56 menit 4.0906 detik = 86164.0906 detik   
1 bulan  = 27.321661 hariBulan kembali ke posisi semula tepat pada garis lurus antara matahari dan bumi. 

Periode ini disebut “satu bulan sinodik”

Selanjutnya perhatikan rute bulan selama satu bulan sidereal, Rutenya bukan berupa lingkaran seperti yang mungkin anda bayangkan melainkan berbentuk kurva yang panjangnya L =   v . T.
Dimana:   
v  =  kecepatan bulan   
T  =  periode revolusi bulan  
=  27.321661 hari

a = 27.321661 days/365.25636 days x 360 o = 26.92848o

Ada dua tipe kecepatan bulan :
1. Kecepatan relatif terhadap bumi yang bisa dihitung dengan  rumus berikut:  
ve = 2 . p . R / T

dimana  R = jari-jari revolusi bulan = 384264 km   

T = periode revolusi bulan = 655.71986 jam
Jadi  ve =  2  X  3.14162  X  384264 km / 655.71986 jam
=  3682.07 km/jam

2.  Kecepatan relatif terhadap bintang atau alam semesta. Yang ini yang akan diperlukan.

Einstein mengusulkan bahwa kecepatan jenis kedua ini dihitung dengan mengalikan yang pertama dengan cosinus a, sehingga: v  =  Ve X Cos a
Dimana

a  adalah sudut yang dibentuk oleh revolusi bumi selama satu bulan sidereal
a  = 26.92848o

Bandingkan C (kecepatan sang urusan) hasil perhitungan dengan nilai C (kecepatan cahaya) yg sudah diketahui ! 
Jika:
L = v . T
v  =  Ve X Cos a
Ve = 3682.07 km/jam
a =  26.92848 o
T = 655.71986 jam
t = 86164.0906 detik

Maka:
C . t = 12000 . L
C . t = 12000 . v . T
C . t = 12000 . (Ve X Cos a) .T
C  = 12000 . ve . Cos a . T / t
C  = 12000 * 3682.07 km/jam X 0.89157 X 655.71986 jam / 86164.0906 detik
C  = 299792.5 km/det


Sekarang,,, mari kita bandingkan antara perhitungan yg ditulis Qur’an denganperhitungan abad 20.

  • Qur’an --------------------------------------> C = 299792.5 Km/detik
  • US National Bureau of Standards, ----------> C = 299792.4574 + 0.0011 km/detik
  • The British National Physical Laboratory, --> C = 299792.4590 + 0.0008 km/detik

Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar: ”Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik".

Kesimpulan dari Profesor Elnaby:
“Perhitungan ini membuktikan keakuratan dan konsistensi nilai konstanta C hasil pengukuran selama ini dan juga mnunjukkan kebenaran AlQuranul karim sebagai wahyu yang patut dipelajari dengan analisis yang tajam karena penulisnya adalah ALLAH, Sang Pencipta Alam Semesta Raya.
”Elnaby, M.H, 1990, A New Astronomical Quranic Method for The Determination of The Greatest Speed CFix, John D, 1995, Astronomy, Journey of the Cosmic Frontier, 1st edition, Mosby-Year Book, Inc., St Louis, Missouri 
Qur’anul Kariim, Tahun 611 Masehi, ALLAH Azza Wa Jalla, Pencipta Alam Semesta Raya

(Qur'an Surat As-Sajdah [32]:1-5)
  1. Alif laam miim..
  2. Turunnya Al-Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya, dari Tuhan semesta alam.. 
  3. Tetapi mengapa mereka mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya." Sebenarnya Al-Quran itu adalah kebenaran dari Rabbmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; Mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk. 
  4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia  bersemayam di 'Arsy. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? 
  5. Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanyadalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu..
JADI....:
1 bukti lagi… Islam ---> TERBUKTI BENAR
  • Adakah dalam kitab agama lain yg boleh menjelaskan masalah kecepatan cahaya ini???

(Qs.An-Nisaa' [4]:82).

  • "MAKA APAKAH MEREKA TIDAK MEMPERHATIKAN AL-QUR'AN? KALAU SEKIRANYA AL-QURAN ITU BUKAN DARI SISI ALLAH, TENTULAH MEREKA MENDAPAT PERTENTANGAN YANG BANYAK DIDALAMNYA".
---------------------------
PENJELASAN AYAT2 DALIL RUJUKAN..

[32:5] Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu^1191 >[^1191: Maksud "urusan itu naik kepadaNya" ialah beritanya yang dibawa oleh malaikat. Ayat ini suatu tamsil bagi kebesaran Allah dan keagunganNya.]
Hanya Allah sendirilah yang mengurus, mengatur, mengadakan dan melenyapkan segala yang ada dalam dunia ini. Segala yang terjadi itu adalah sesuai dengan kehendak dan ketetapan-Nya, tidak ada sesuatupun yang menyimpang dari kehendak-Nya itu. Pengaturan itu dimulainya dari langit hingga sampai ke bumi, kemudian urusan itu naik kembali kepada-Nya. Semua yang tersebut pada ayat ini merupakan gambaran dari kebesaran dan kekuasaan Allah, agar manusia mudah memahaminya. 
Kemudian DIA menggambarkan pula waktu yang digunakan Allah SWT mengurus, mengatur dan menyelesaikan segala urusan alam semesta ini, yaitu selama sehari, tetapi ukuran sehari itu sama lamanya dengan 1000 tahun dari ukuran tahun yang dikenal manusia di dunia ini. Perkataan seribu tahun dalam bahasa Arab tidak selamanya berarti 1000 dalam arti sebenarnya, tetapi kadang-kadang digunakan untuk menerangkan banyaknya sesuatu jumlah atau lamanya waktu yang diperlukan. >> Dalam ayat ini bilangan seribu itu digunakan untuk menyatakan lamanya waktu kehidupan alam semesta ini. Sejak Allah menciptakannya pertama kali sampai kehancurannya di hari kiamat, kemudian kembalinya segala urusan ke tangan Allah, yaitu hari berhisab menempuh waktu yang lama sekali, sukar manusia menghitungnya. Dalam ayat yang lain digunakan perkataan ribuan itu untuk menerangkan lamanya waktu yang terpakai, seandainya manusia naik menghadap Allah, sekalipun para malaikat hanya sehari saja,

Allah SWT berfirman: 
تعرج الملائكة والروح إليه في يوم كان مقداره خمسين ألف سنة  > Artinya: 
  • "Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (Q.S. Al Ma'arij: 4) 
Ada pula yang berpendapat bahwa maksud ayat ini ialah segala urusan dunia ini kembali kepada Allah di hari kiamat dalam waktu satu hari, yang sama lamanya dengan 1.000 tahun waktu di dunia ini. Sebagian mufassir yang lain menafsirkan ayat ini: "Para malaikat naik kepada Allah ke langit dalam satu hari. Jika jarak itu ditempuh selain oleh malaikat, maka ia memerlukan waktu 1.000 tahun. Rasulullah saw. dalam malam mi'raj pernah naik ke langit bersama malaikat Jibril menghadap Allah. Jarak itu ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah malam.

  • "Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (jalan-jalan) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda-tanda kepada orang-orang yang mengetahui.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt. yang menciptakan langit dan bumi dan yang bersemayam di atas `Arasy-Nya Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Matahari dengan sinarnya adalah sebagai dasar hidup dan kehidupan, sumber panas dan tenaga yang dapat menggerakkan makhluk-makhluk Allah yang diciptakan-Nya. Dengan cahaya bulan dapatlah manusia berjalan dalam kegelapan malam dan bersenang-senang melepaskan telah di malam hari. Ayat ini membedakan antara yang dipancarkan matahari dan yang dipantulkan oleh bulan, yang dipancarkan oleh matahari disebut "diya" (sinar), sedang yang dipantulkan oleh bulan disebut "nur" (cahaya).

Pada firman Allah swt. yang lalu dijelaskan: 

وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا  Artinya:
  • "Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita." (Q.S. Nuh: 16) 
Dari ayat-ayat ini dipahami bahwa matahari memancarkan sinar yang berasal dari dirinya sendiri bukan dari yang lain sebagaimana pelita memancarkan sinar dari dirinya sendiri, yakni dari api yang membakar pelita itu. Lain halnya dengan bulan yang cahayanya berasal dari sinar yang dipancarkan matahari ke permukaannya, kemudian dipantulkannya sinar itu yang berupa cahaya ke permukaan bumi. 
Hal ini dijelaskan pula oleh firman Allah swt.: 

تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا  > Artinya: 
  • "Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. (Q.S. Al-Furqan: 61) 
Dalam hakikat dan kegunaannya terdapat perbedaan antara sinar matahari dan cahaya bulan. Sinar matahari lebih keras dari cahaya bulan. Sinar matahari itu terdiri atas tujuh warna dasar sekalipun dalam bentuk keseluruhannya kelihatan berwarna putih, sedang cahaya bulan adalah lembut, dan menimbulkan ketenangan bagi orang yang melihat dan merasakannya. > Demikian pula kegunaannya.
  • Sinar matahari sebagai disebutkan di atas adalah sebagai sumber hidup dan kehidupan, sumber gerak tenaga dan energi. 
  • Sedang sinar bulan adalah sebagai penyuluh di waktu malam. 
Tidak terhitung banyak kegunaan dan faedah sinar matahari dan cahaya bulan itu bagi makhluk Allah pada umumnya, dan bagi manusia pada khususnya. Semuanya itu sebenarnya dapat dijadikan dalil tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa bagi orang-orang yang mau menggunakan akal dan perasaannya. Allah swt. menerangkan bahwa Dia telah menetapkan garis edar dari bulan itu dan menetapkan manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanannya. Pada tiap-tiap malam bulan melalui suatu manzilah. Sejak dari manzilah pertama sampai manzilah terakhir memerlukan waktu antara 29 atau 30 malam atau disebut satu bulan. Dalam sebulan itu bulan hanya dapat dilihat selama 27 atau 28 malam, sedang pada malam-malam yang lain bulan tidak dapat dilihat sebagaimana firman Allah swt.: 
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ  Artinya: 
  • "Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah sehingga (setelah dia sampai manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. (Q.S. Yasin: 39) 
Maksud ayat ialah bulan itu pada awal bulan adalah kecil berbentuk sabit, kemudian setelah melalui manzilah ia bertambah besar sampai menjadi purnama, setelah itu kembali berangsur-angsur kecil dan bertambah kecil yang kelihatan seperti tandan yang melengkung, akhirnya menghilang dan muncul kembali pada permulaan bulan. Allah swt. berfirman: 

الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ  > Artinya:
  • "Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (Q.S. Ar Rahman: 5) 
Allah swt. menjadikan bulan dan menjadikannya beredar menjalani garis edar dalam manzilah-manzilahnya agar dengan demikian manusia dengan mudah mengetahui bilangan tahun, perhitungan waktu, perhitungan bulan, penentuan hari, jam, detik dan sebagainya sehingga mereka dapat membuat rencana untuk dirinya, untuk keluarganya untuk masyarakat, untuk agamanya serta rencana-rencana lain yang berhubungan dengan hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan sebagai hamba Allah. Allah berfirman: 

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا  > Artinya: 
  • "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda siang itu terang agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (Q.S. Al-Isra': 12) 
Dengan mengetahui perhitungan tahun, waktu hari dan sebagainya, dapatlah manusia menetapkan waktu-waktu salat, waktu puasa, waktu menunaikan ibadah haji, waktu turun ke sawah dan sebagainya. 

Allah menciptakan matahari bersinar dan bulan bercahaya yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan semua makhluk itu adalah berdasarkan kenyataan, keperluan dan mempunyai hikmah yang tinggi.
Dan Allah menerangkan tanda-tanda kekuasaan-Nya itu kepada orang-orang yang mau menggunakan akal pikirannya dengan benar dan kepada orang-orang yang mengakui kenyataan dan beriman berdasarkan bukti-bukti yang diperolehnya itu.
  • Atau dengan perkataan lain tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah ini tidak akan berfaedah sedikit pun bagi orang-orang yang tidak mau mencari kebenaran yang hatinya dipenuhi oleh rasa dengki dan rasa fanatik kepada kepercayaan yang telah dianutnya.